Sabtu, 9 Julai 2011

Kilauan Mutiara Laut Selatan di Lombok

LOMBOK, KOMPAS.com - Menjadi sebuah provinsi yang dikelilingi lautan di tiap sisinya, membuat Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki potensi kekayaan laut yang tinggi. Luas perairan lautnya sekitar 29.159,04 km2, panjang pantai 2.333 km, perairan karang sekitar 3.601 km2, dan terdiri dari 278 pulau-pulau.
Lokasi ini pun tak ayal menjadi tempat yang cocok bagi karang-karang laut hidup. Karang laut yang hidup di wilayah perairan Nusa Tenggara pada umumnya berjenis Pinctada Maxima yang menghasilkan Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) dan menjadi primadona mutiara di dunia. Hal ini karena jenis mutiara Lombok, khususnya, memiliki berbagai macam warna bahkan terdapat 27 jenis warna mutiara Lombok yang bisa dihasilkan.
Bervariasinya warna yang dimiliki mutiara Lombok itu bukan tanpa sebab. Pasalnya, berjutaan tahun lalu wilayah Nusa Tenggara menjadi tempat bertemunya persebaran spesies kerang berbibir kuning atau emas yang berada di Palawan, Filipina sampai ke Kepulauan Nicobar dengan spesies kerang berbibir putih di Papua hingga ke Australia. Sehingga, nyaris seluruh warna bisa ditemukan di mutiara Lombok.
"Namun, yang menjadi keunggulan NTB itu ada tiga warna yakni Bronze seperti tembaga, metal seperti pelor sepeda motor, dan emerald emas agak kehijauan. Keunggulan inilah yang tidak didapatkan di tempat lain," ucap Wakil Ketua Bidang Organisasi Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi), Bambang Setiawan, dalam acara Lombok Sumbawa Pearl Festival 2011, di Mataram, NTB.
Dengan banyaknya keunggulan itu ditambah dengan kondisi laut yang sangat mendukung perkembangan mutiara laut, akhirnya banyak pengusaha yang kemudian mulai menekuni serius bisnis mutiara Lombok ini.
Sebanyak 36 perusahaan mutiara, tiga di antaranya perusahaan asing, tersebar di Pulau Lombok dan Sumbawa. Dari sekitar 2.000 lokasi budi daya mutiara di seluruh NTB, sudah termanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan mutiara yang ada. Lokasi budidaya mutiara tersebut tersebar di wilayah pesisir seperti Gili Gede (Pelayan, Bolangis), Gili Asahan (Labuhan Poh), Teluk Sire Lombok Barat, Sembelia Lombok Timur, Tanjung Bero, Teluk Mapin, Pulau Moyo dan Teluk Saleh, Sumbawa, Kwangko/Kempo, Teluk Sanggar, Dompu dan Teluk Sape serta Teluk Waworada, Bima.
Kini, produksi mutiara NTB bisa mencapai 600 kilogram per tahun. Mutiara-mutiara itu kemudian dijual kembali kembali ke para produsen perhiasan mutiara di dunia seperti New York (Amerika Serikat), Tokyo (Jepang) , Geneva dan Zurich (Swiss), serta Milan (Italia). Apabila sudah diaplikasikan ke dalam bentuk perhiasan, nilainya bisa mencapai puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Keindahan akan kemilau mutiara laut asli Lombok ini pun diakui oleh seorang pengusaha mutiara asal Australia yakni Simon Adams. Simon merupakan Managing Direcrtor Atlas South Sea Pearl, sebuah perusahaan nomor lima di dunia dalam menghasilkan mutiara Laut Selatan. "Kualitas mutiara di Indonesia, juga di Lombok, sangat baik. Secara umum, bibir kerang di Indonesia itu lebih berwarna emas dan inilah yang disukai para pembeli. Jadi Indonesia tidak bisa dibilang inferior dalam industri ini," ujar Simon.
Ia bahkan mengakui dirinya sering berpergian keliling dunia untuk mencari mutiara terbaik sejagat raya dan ia menemukannya di Indonesia. Di dalam acara Lombok Sumbawa Pearl Festival 2011, Simon bahkan menyempatkan diri untuk mengikuti lelang mutiara Lombok yang akhirnya ia menangkan.
"Saya kira saya sudah menemukan mutiara terbaik itu ada di sini, di Indonesia," ucapnya. Melihat potensi mutiara yang begitu besar di Indonesia, Atlas pun menanamkan investasi dalam tiga lokasi pembudidayaan mutiara laut selatan yakni di Raja Ampat, Bali; Flores, Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Usai dipanen, mutiara itu diekspor ke Jepang.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan