Jumaat, 8 Julai 2011

200 Kg Mutiara Berkualitas Siap Dilelang

JAKARTA, KOMPAS.com - Lombok Sumbawa Pearl Festival menampilkan 200 kilogram mutiara berkualitas dari seluruh pelosok Indonesia untuk dilelang. Kegiatan kali ini sudah ketiga kalinya dilaksanakan. Tahun 2011, panitia menargetkan total transaksi mencapai 150.000 dollar AS atau senilai Rp 1,2 miliar. Hal ini disampaikan Wakil Kepala Bidang Organisasi Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi), Bambang Heriawan.
"Kami menargetkan tahun ini nilai lelang mencapai 150.000 dollar AS," ucap Bambang.
Jumlah itu tiga kali lipat dari nilai transaksi yang diperoleh tahun lalu yakni 45.000 dollar AS. Sebanyak 36 buyer akan mengikuti lelang yang dilakukan secara tertutup ini yang sebagian besar berasal dari luar negeri seperti Jepang, Hongkong, dan negara-negara Asia Tenggara.
Meski banyak buyer dari luar negeri, Bambang melihat animo buyer dalam negeri dalam pelaksanaan festival kali ini meningkat dibandingkan tahun lalu. Hal ini lantaran nama Lombok Sumbawa Pearl Festival sudah mulai dikenal dan menjadi agenda tahunan pariwisata Lombok Sumbawa.
Selain itu, kepercayaan buyer dalam negeri juga meningkat karena produk-produk yang ditampilkan adalah mutiara para anggota Asbumi.
"Mereka percaya karena anggota-anggota kami memiliki kualitas mutiara yang sangat baik. Karena biasanya kami pameran di Kobe, Jepang," ujar Bambang.
Pemenang lelang akan diumumkan pada Jumat (8/7/2011) malam ini oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik dalam pembukaan Lombok Sumbawa Pearl Festival 2011, di Hotel Grand Legi, Mataram. Terkendala Harga Meski mulai mendapat sorotan dunia, bisnis mutiara Indonesia masih memiliki tantangan persoalan harga.
Walaupun mempunyai mutiara South Sea Pearl khas Nusa Tenggara dengan kualitas nomor satu di dunia, harga jual mutiara masih kalah dari Filipina, Australia, dan Jepang. Harga mutiara laut dari Jepang, Australia, dan Filipina bisa mencapai 10.000 yen per mome di pasar dunia. Satu mome setara dengan 3,75 gram mutiara. Sedangkan, harga mutiara asal Indonesia secara keseluruhan baru 5.000-6.000 yen per mome di pasar dunia.
"Permasalahan di tempat kita adalah soal kualitas. Di sini, seluruh mutiara dibawa keluar mau yang kualitasnya rendah sampai yang tinggi. Sehingga marjinnya terlalu luas," ujar Bambang.
Sementara di negara-negara lain, misalnya Myanmar, pemerintah mengambil alih perdagangan mutiara yang diekspor ke luar negeri.
"Di Myanmar, hanya mutiara-mutiara kelas A saja yang bisa dijualbelikan ke luar. Kalau yang di luar itu dijadikan aksesori. Harusnya di sini juga dibuat seperti itu," tutur Bambang.
Padahal, diakuinya, Indonesia berada di peringkat pertama dalam hal volume ekspor ke luar negeri. Di peringkat kedua baru Australia.
"Indonesia menguasai 53 persen pasar dunia. Kebutuhan mutiara dunia saat ini 9-10 ton per tahun," ungkap Bambang.
Namun, dari segi peringkat harga, Indonesia berada di peringkat 4. Peringkat pertama dan seterusnya yakni, Australia, Myanmar, dan Filipina.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan